Kamis, 17 Januari 2013

Komunikasi Budaya 4



Komunikasi Budaya

Nur yanti N. Achmad
2010145011
Semester ke-6
Ms. Susiana’s Class

1.   Jelaskan tentang Apa yang dimaksud dengan  “ Kaidah Emas ”…???? 

>> 
o   Kaidah emas adalah suatu sikap yang mengharuskan kita untuk beradaptasi dengan kebudayaan lain agar mereka menerima kita seperti yang kita inginkan.
o   Kaidah emas menyuruh kita memperlakukan orang lain seperti kita ingin di perlakukan oleh mereka.
o   Kaidah emas adalah puncak ideologi yang menghalangi perjalanan menuju perdamaian internasional


2.   Jelaskan pula apa yang dimaksud dengan “Simpati” dan “Empaty”…???

>> 
Simpati
o   Simpati adalah suatu proses seseorang merasa tertarik terhadap pihak lain, sehingga mampu merasakan apa yang dialami, dilakukan dan diderita orang lain. Dalam simpati, perasaan memegang peranan penting. Simpati akan berlangsung apabila terdapat pengertian pada kedua belah pihak. Simpati lebih banyak terlihat dalam hubungan persahabatan, hubungan bertetangga, atau hubungan pekerjaan. Seseorang merasa simpati dari pada orang lain karena sikap, penampilan, wibawa, atau perbuatannya. Misalnya, mengucapkan selamat ulang tahun pada hari ulang tahun merupakan wujud rasa simpati seseorang.
o   Simpati adalah proses kejiwaan , dimana seorang individu merasa tertarik kepada seseorang atau kelompok orang, karena sikapnya, penampilannya, wibawanya atau perbuatannya yang sedemikian rupa.
o   simpati artinya ikut merasakan penderitaan orang lain.
o   Simpati adalah suatu ketertarikan kepada orang lain yang seolah ikut merasakan perasaan orang lain.
o   Contoh : jika saya memberitahukan kepada anda bahwa bibi saya meninggal, anda bersimpati kepada saya dengan membayangkan bagaimana anda merasa jika bibi anda meninggal dunia


Empati
o   Empati mirip perasaan simpati, akan tetapi tidak semata-mata perasaan kejiwaan saja, melainkan diikuti perasaan organisme tubuh yang sangat dalam, seolah-olah kita sendiri sedang mengalaminya. Contoh bila sahabat kita orangtuanya meninggal, kita sama-sama merasakan kehilangan.
o   Empati juga berasal dari kata Yunani, en (masuk ke dalam) dan pathos (penderitaan). Berdasarkan etimologi ini, empati hampir sama dengan simpati, tetapi lebih terhanyut masuk ke dalam seolah ikut merasakannya secara emosional. Dalam buku Social Psychology karangan Robert A Baron disebutkan bahwa empati adalah kemampuan seseorang untuk bereaksi terhadap emosi negatif atau positif orang lain seolah-olah emosi itu dialami sendiri.
o   Empati bahkan lebih powerfull jika kita pernah mengalami kejadian yang sama atau minimal orang terdekat dengan kita. Contoh kita berempati dengan korban banjir karena orang tua atau rekan dekat pernah mengalami dan kita ikut dalam penangannya. Walau begitu empati tidak harus pernah kita alami sendiri.

3.   Menurut anda bagaimana sebaiknya kita menyikapi perbedaan budaya….?

>> 

Menurut Saya, berbeda itu bukan sikap yang mesti dihindari. Sebab kita tak mungkin bisa menghindarkan diri dari perbedaan. Perbedaan adalah suatu kondisi yang tak harus diseragamkan. Perbedaan tercipta karena hidup adalah harmoni.

 tuhan menciptakan alam raya dengan segala keunikan perbedaan. Ia bahkan menciptakan keanekaragaman dalam satu jenis penciptaan. Banyak spesies katak. Banyak spesies burung, tanaman, bahkan ras manusia. Dia menciptakan perbedaan agar ciptaan dapat saling mengenal dan membentuk harmoni.

Perbedaan akan menjadi kearifan jika tak disikapi sebagai pertentangan dan cercaan. Sebab sikap bertentangan dan cercaan dapat memancing pertikaian.
 





Banyak contoh yang bisa kita hikmahi dalam soal menyikapi perbedaan budaya ini.
Dalam konteks politik, pertikaian dapat terjadi di kalangan pendukung, yaitu rakyat kecil yang sebenarnya ikut-ikutan mendukung calonnya hanya sekedar untuk mendapat duapuluhribuan saja. Kenyataan seperti ini memang mengenaskan.

Ada juga orang yang menyikapi sikap berbeda sebagai simbol perlawanan. Biasanya, yang merasa berbeda itu merasa dirinya berani beroposisi. Namun ada juga orang yang mengambil posisi berbeda agar bisa dianggap sebagai pembela kekuasaan, sebagai pahlawan, dan memihak status quo. Ini dua sikap yang kurang arif dalam sebuah perbedaan.

Sikap saling menentang dan menantang ini mudah sekali memicu pertengkaran. Walaupun pertengkaran itu hanya terjadi di meja makan ataupun di meja diskusi. Tetap saja hanya akan menciptakan efek kelelahan. Lelah hati, lelah pikiran. Kelelahan dapat memicu kekecewaan. Kekecewaan adalah medan magnet bagi kedengkian.

Ketika aku ditanya oleh seorang teman, siapa yang aku dukung ketika ada dua pihak di antara teman-temanku yang berbeda sikap. Aku nyatakan, kedua pihak punya alasan atas sikapnya masing-masing. Namun bukan berarti aku harus memilih satu di antara dua kutub tersebut. Karena jikalau aku memilih, pasti temanku yang tak kupilih akan kecewa. Aku lebih cenderung mengajak kedua kutub untuk bisa memahami esensi dari perbedaan tersebut.

Setiap orang punya seribu alasan untuk berbeda sikap. Tapi setiap orang sebenarnya juga memiliki jutaan alasan untuk bisa saling mengerti akan perbedaan tersebut. Ketika energi positif menjadi nyawa bagi dua kutub yang berbeda, toleransi dan saling pengertian bisa disepakati. Sikap positif inilah yang mestinya ditiupkan pada jiwa-jiwa yang terlibat dalam suatu perbedaan pendapat dan perbedaan sikap.

Apakah harus selalu ada keseragaman? Protes temanku yang mengajukan dua pilihan. Tidak harus! Jawabku. Sebab keseragaman bukanlah hasil akhir dari sebuah perbedaan. Suatu harmoni tidak mesti seragam. Coba kita saksikan sebuah pertunjukan musik orchestra. Harmoni yang mereka ciptakan, bukanlah hasil keseragaman, tapi hasil dari perbedaan. Perbedaan alat musik, perbedaan suara, perbedaan peran, perbedaan aksi, perbedaan bunyi. Mereka sanggup meng-arrange segala perbedaan menjadi harmonisasi yang indah bagi kehidupan.

Beberapa cara yang bisa dilakukan menurut saya juga bisa dengan cara-cara berikut ::
o   Mengenali budaya
Sebelum sampai pada tahap adaptasi, kenali dahulu budaya teman-teman atau rekan kerja Anda, yaitu mengetahui kebiasaan dan perilaku mereka. Umumnya, beda bangsa, beda pula kebiasaan sehari-hari dan cara berinteraksinya dengan orang lain
o   Adaptasi
Setelah mengenali, beradaptasilah. Di lingkungan yang multikultural, adaptasi harus dilakukan secara lebih mendalam, yaitu dengan menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan dan perilaku orang lain dengan budaya masing-masing. Misalnya, bila dalam kebudayaan rekan Anda bergosip saat bekerja adalah hal yang tidak etis, jangan lakukan hal tersebut dengannya.
o   Melakukan imajinasi terbimbing.
Kita membayangkan apa yang dialami dan dirasakan orang lain, namun harus sesuai logika.
o   Membiarkan pengalaman empati
Kita selalu dapat membayangkan dan merasakan perasaan-perasan dari orang lain yang berbeda
o   Meneguhkan kembali diri
Walaupun kita merasakan pengalaman seperti orang lain, kita lantas tidak boleh seperti mereka dan kembali pada pribadi kita sendiri
o   Hindari bergurau dengan SARA
Suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA) adalah topik pembicaraan yang sensitif bagi budaya kita. Bila Anda tak ingin topik pembicaraan dengan rekan mengarah pada hal tersebut, jangan menggunakannya untuk bergurau dengan mereka. Sebaliknya, bila rekan Anda memulai bergurau dengan topik tersebut, sikapi dengan dewasa dan katakan hal itu kurang sopan tak nyaman bagi Anda. Tentu saja kita juga jangan mudah terpancing emosi dengan gurauan tersebut.
o   Pastikan tidak ada diskriminasi
Jangan pernah melakukan diskriminasi. Bertemanlah kepada siapa saja tanpa memandang suku, agama, atau ras mereka. Dalam dunia kerja, pastikan tempat kerja memperlakukan Anda dan para rekan berbeda bangsa dengan adil, termasuk dalam hal penerapan aturan kerja. Namun, bila diskriminasi justru terpelihara, tanyakan pada diri Anda, masih nyamankah dengan situasi ini? bila jawaban Anda tidak maka temukan tempat lain yang tidak memiliki diskriminasi ras
o   Mengasumsikan perbedaan
Apa yang kita bayangkan dari pengalaman orang lain itu, seolah sama dengan apa yang dirasakan orang lain itu
o   Mengenali diri
Memiliki keyakinan individual (mempunyai pengendalian diri) Contoh: jadi ikut cemas ketika orang lain juga cemas.
o   Menunda diri
Perluasan batas diri secara sementara atau menghilanglan pemisahan antara diri dengan lingkungan. (menahan diri untuk mau medengarkan orang lain bercerita)





“”…SEMOGA BENAR…””

1 komentar: