Kamis, 17 Januari 2013

Ekonomi Pariwisata “PERENCANAAN KAWASAN WISATA NEGERI IMPIAN “



“PERENCANAAN KAWASAN WISATA NEGERI IMPIAN “


Nur yanti N. Achmad
2010145011
Semester ke-6
Ms. Derinta’s Class


Pertanyaan ::
Coba paparkan materi apa yang anda akan paparkan menyikapi fenomena tersebut di atas (tentunya menggunakan pendekatan ilmiah utamanya teori-teori perencanaan yang telah didapatkan)?? 

Jawab ::
teori-teri perencanaan menurut saya  yang digunakan untuk menyikapi fenomena distudy kasus itu antara lain :

1. Proses Perencanaan Pembangunan Kawasan Wisata

Perencanaan (planning) adalah sebuah proses pengambilan keputusan yang menyangkut masa depan dari suatu destinasi atau atraksi. Planning adalah proses yang bersifat dinamis untuk menentukan tujuan, bersifat sistematis dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai, merupakan implementasi dari berbagai alternatif pilihan dan evaluasi apakah pilihan tersebut berhasil. Proses perencanaan menggambarkan lingkungan yang meliputi elemen-elemen : politik, fisik, sosial, budaya dan ekonomi, sebagai komponen atau elemen yang saling berhubungan dan saling tergantung, yang memerlukan berbagai pertimbangan (Paturusi, 2001).
Perencanaan adalah sesuatu proses penyusunan tindakan-tindakan yang mana tindakan tersebut digambarkan dalam suatu tujuan (jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang) yang didasarkan kemampuan-kemampuan fisik, ekonomi, social budaya,dan tenaga yang terbatas.
Perencanaan sebagai suatu alat atau cara harus memiliki 3 (tiga) kemampuan (the three brains) yaitu:
1. Kemampuan melihat ke depan.
2. Kemampuan menganalisis.
3. Kemampuan melihat interaksi-interaksi, antara permasalahan.
Bila kita rinci pengertian perencanaan tersebut maka dalam batasan perencanaan terdapat unsur: suatu pandangan jauh ke depan, merumuskan secara kongkret apa yang hendak dicapai dengan menggunakan alat – alat secara efektif dan ekonomis dan menggunakan koordinasi dalam pelaksanaan.

2. Pendekatan Perencanaan Pariwisata
A. Pendekatan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Metode Keterkaitan), yang meliputi;
1. Metode Makro-Meso-Mikro
2.Metode Partisipatif (participatory)
3.Metode Morfologi
B. Pendekatan Pengembangan Kawasan
1. Pendekatan Tipologi
2. Pendekatan Pembangunan Masyarakat
3. Pendekatan Ekowisata
4.Pendekatan Konservasi

3. Tahapan/Tingkatan Pembangunan Pariwisata


Daerah Tujuan Wisata (DTW) atau resort akan menuju suatu siklus evolusi yang sama dengan siklus hidup sebuah produk. Secara sederhana jumlah pengunjung menggantikan penjualan sebuah produk. Beberapa penulis menyatakan terdapat tiga tingkatan siklus hidup daerah pariwisata yaitu; penemuan (discovery), inisiatif dan respon masyarakat lokal dan kelembagaan. Konsep tingkatan atau tahapan siklus hidup terjadi dalam pembangunan pariwisata merupakan salah satu permasalahan penting yang harus diantisipasi.  

4. Multiplier Efek Kawasan Wisata
 
Sifat kepariwisataan yang multi bidang (multifacet) dari kepariwisataan ini membawa konsekuensi bahwa kepariwisataan akan menimbulkan pengaruh ke seluruh sektor ekonomi lainnya. Oleh karena itu, setiap satuan moneter yang dikeluarkan oleh wisatawan akan menciptakan dampak pengganda ini antara lain berupa: 

1. Sales Multiplier
Peningkatan dalam pengeluaran wisatawan akan menciptakan tambahan pendapatan bagi dunia usaha

2. Output Multiplier
Peningkatan pengeluaran wisatawan akan berdampak pada barang dan jasa yang diproduksi masyarakat

3. Income Multiplier
Peningkatan pengeluaran wisatawan akan menciptakan tambahan pendapatan masyarakat

4. Government Revenue Multiplier
Tambahan pengeluaran wisatawan akan meningkatkan pendapatan pemerintah

5. Employment Multiplier
Kenaikan dalam pengeluaran wisatawan akan meningkatkan jumlah kesempatan kerja

5. Perencanaan Kawasan Wisata yang Berkelanjutan

Perencanaan pembangunan pariwisata berkelanjutan (P3B) dilakukan dengan mengelola sumber daya pariwisata (Tourism Resources) yang tersebar diseluruh wilayah tanah air. Sebelum suatu rencana akan dilakukan, untuk pembangunan pariwisata berkelanjutan mutlak kiranya terlebih dahulu dilakukan pendekatan pada pemuka adat setempat , perlu dilakukan penjelasan dengan melakukan sosialisasi manfaat dan keuntungan proyek bagi penduduk setempat



6. Ecotourism sebagai Alat dalam Perencanaan Kawasan Wisata berkelanjutan
Ecotourism atau eko-wisata atau pariwisata ekologi di sub-kategorikan dari pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) atau salah satu segmen pasar dari pariwisata berbasis lingkungan alam (Daud, 2009). Pariwisata berbasis lingkungan alam (pariwisata hutan/pariwisata bahari) hanya merupakan aktivitas kunjungan ke tempat alamiah seperti melihat burung di hutan atau biota unik lainnya pada ekosistem pesisir (seperti rekreasi SCUBA diving). Sedangkan `ecotourism’ memberi keuntungan bagi lingkungan, budaya, dan ekonomi komunitas lokal seperti mengamati burung atau biota unik lainnya dengan `guide’ orang lokal, tinggal bersama penduduk lokal atau pondokan alami (eco-lodge) yang disediakan penduduk masyarakat dan memberi kontribusi ekonomi bagi penduduk local (eco-charge). Haruslah dibedakan antara konsep dari `ecotourism’ (wisata ekologi) dan `sustainable tourism’ (pariwisata berkelanjutan), dimana pengertian `ecotourism’ merujuk pada segmen dari sektor pariwisata, sedangkan prinsip `sustainability’ diterapkan pada segala tipe aktivitas, operasi, pembuatan/pendirian dan proyek pariwisata termasuk bentuk yang konvensional maupun alternatif.
`Ecotourism’ mutlak memperhatikan pemeliharaan lingkungan alam (conservation), bukan sebaliknya mengubah keaslian alam sehingga menganggu keseimbangan alam. Pemahaman pariwisata ekologi adalah untuk menyokong atau menopang keseimbangan hubungan antara manusia dengan lingkungan alamnya. Kualifikasi aktivitas dalam ecotourism senantiasa berorientasi terhadap cara-cara pengembangan dan pemeliharaan keutuhan alam yang berkelanjutan.

United Nations of Environment Programme (UNEP) telah merangkum karakteristik umum mengenai `ecotoursim’ yaitu :
1. Berdasar atas bentuk pariwisata alam dengan motivasi utama turis adalah untuk pengamatan dan mengapresiasi serta menghargai alam sama seperti budaya tradisional dalam kesatuan daerah alami, seperti kesatuan ekosistem pulau.
2. Berisi pendidikan dan interpretasi mengenai obyek alam yang dijadikan target (misalnya pada objek alam ekosistem hutan, gunung, pulau atau ekosistem pesisir dan laut).
3. Secara umum memiliki kelompok kecil turis yang diorganisasi oleh sekelompok kecil specialist dan bisnisnya dimiliki dan dijalankan orang lokal. Operator dari luar negeri dengan berbagai ukuran juga diatur, dioperasikan dan/atau dipasarkan dalam kelompok-kelompok kecil yang tentunya bekerjasama dengan penduduk setempat
4. Seminim mungkin mengurangi dampak negatif pada lingkungan alam dan sosial-budaya lokal.
5. Mendukung perlindungan daerah alam.

Sebagai sarana pengembangan, `ecotourism’ dapat memajukan 3 tujuan utama dari konvensi keanekaragaman biologi (Convention on Biological Diversity), yaitu:
1. Melestarikan keanekaragaman biologi (dan budaya), dengan penguatan sistem pengelolaan daerah yang dilindungi (public/private) dan meningkatkan nilai suatu ekosistem
2. Mempromosikan pemanfaatan keanekaragaman berkelanjutan, dengan pemerataan pendapatan, pekerjaan dan kesempatan berusaha dalam bidang `ecotourism’ dan jaringan usahanya ; dan
3. Membagi keuntungan yang sama dari pengembangan `ecotourism’ dengan komunitas dan penduduk lokal/asli, seperti dengan cara menerima persetujuan penduduk lokal dan partisipasi penuh dalam perencanaan dan pengelolaan usaha/bisnis `ecotourism’.

Dengan perencanaan dan pengelolaan yang baik, `ecotourism’ telah terbukti menjadi alat yang efektif bagi konservasi jangka panjang bagi keanekaragaman hayati di samping usaha-usaha lainnya. Bagaimanapun `ecotourism’ telah bergerak maju bagi industri pariwisata di negara pesisir seperti di Malaysia, Australia, beberapa Negara Afrika, Meksiko, Jepang, Maldive dan Negara-negara di Karibia.
Bagi keberlangsungan aktivitas `ecotourism’ diperlukan pengaturan yang pantas dan penanganan khusus seperti pengaturan pada ekosistem yang asli dan dilindungi (Taman Nasional atau Cagar Alam). Karena dampak dari `ecotourism’ itu sendiri akan lebih parah dari batasan pariwisata pada umumnya . Hal ini termasuk pengalaman belajar/interpretasi operator `ecotourism’, pengaturan jumlah kelompok turis dalam skala kecil, dan sensitivitas terhadap ketegangan dengan pemilik dan penghuni komunitas setempat khususnya masyarakat lokal.
Beberapa penyimpangan dari tujuan `sustainable way’ dan ‘ecotourism’ itu sendiri sering terjadi hanya karena mengejar keuntungan ekonomi semata. Banyak praktisi pariwisata mengklaim dan membesar-besarkan kerjasamanya dalam perencanaan dengan menjamin dan mendukung keberlanjutan kelestarian lingkungan, namun pada kenyataanya mengancam budaya, perekonomian dan sumberdaya masyarakat lokal.
Beberapa kritik untuk eco-tourism seperti ini dikenal sebagai `eco-façade’ dalam praktek eksploitasi sumberdaya. Eco-tourism juga kedengarannya `ramah’, namun yang sering menerima dampak serius adalah pengambilalihan teritorial `alami’ dari Taman Nasional, Cagar Alam atau daerah perlindungan lainnya yang dipaketkan bagi `ecotourist’ sebagai pilihan utama tanpa alternatif produk sendiri. Seperti halnya aktifitas wisata pesisir dan laut ; skin/SCUBA diving yang mengantungkan obyek wisata alamnya hanya pada `diving-diving point’ yang memang secara alamiah telah ada. Ironisnya, banyak operator-operator diving menggunakan daerah konservasi seperti di Taman Nasional Bunaken sebagai ajang pelatihan selam. Di mana, penyelam-penyelam rekreasi ini menggunakan sumberdaya alam yang telah ada tersebut untuk aktivitas latihan atau `pre-dive’ bagi penyelam pemula.
Berbagai aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat lokalpun telah diganti dengan aktivitas pariwisata. Pekerjaan yang ada hubungannya dengan pariwista memonopoli komunitas lokal dan masyarakat lokal sering hanya dibayar dengan gaji rendah sebagai `guide’, buruh, penjaja makanan dan souvenir, dan hal inipun tidak berlangsung sepanjang tahun. Yang diuntungkan sama seperti pariwisata konvensional lainnya yaitu jasa penerbangan luar negeri, operator wisata dan pengembang yang terkait yang umumnya datang dari negara maju. Mega-resorts, termasuk hotel yang `lux’, condominium (daerah yg dikuasai dan diperlakukan sebagai milik sendiri), dan shopping centres (Mall) meningkat pembangunannya dalam daerah perlindungan dengan mengatasnamakan `ecotourism’. Hal ini merupakan `eco-terrorism’, dan mengancam ekosistem dan lingkungan seperti pembangunan daratan buatan atau marina (reklamasi) yang jelas memusnahkan kehidupan tumbuhan dan organisme di dalamnya. Demikian pula pengrusakan budaya lokal yang sering terjadi seiring dengan kerusakan ekosistem lingkungan.
Memang, industri pariwisata dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat dan perekonomian negara, sekaligus berpotensi memproteksi lingkungan. Namun lebih dari itu, pariwisata dan aktivitas pembangunan lainnya dapat menjadi kekuatan besar yang merusak sumberdaya alam dan lingkungan, termasuk manusia di dalamnya
Pariwisata sangat tergantung pada lingkungan, maka tidak mengherankan berbagai macam usaha dari organisasi pariwisata dunia dan juga organisasi lingkungan mendengung-dengungkan mengenai pembangunan yang berkelanjutan. Badan dunia pun seperti PBB di tahun 2002 telah menerima usulan dan menjadikan tahun tersebut sebagai tahun bagi `Ecotourism’ (International Year of Ecotourism), hal ini juga sebagai wujud usaha perlindungan lingkungan.
Memang, pemanfaatan ekosistem yang berkelanjutan tidak hanya berhenti dan bergantung dari usaha-usaha yang telah dilakukan tersebut. Kesadaran secara menyeluruh dari masyarakat, `yang berkepentingan’ dan teristimewa pemerintah untuk lebih menghargai lingkungannya akan memberi nilai bagi keberlangsungan pembangunan itu sendiri.

semoga benar.....

Komunikasi Budaya 4



Komunikasi Budaya

Nur yanti N. Achmad
2010145011
Semester ke-6
Ms. Susiana’s Class

1.   Jelaskan tentang Apa yang dimaksud dengan  “ Kaidah Emas ”…???? 

>> 
o   Kaidah emas adalah suatu sikap yang mengharuskan kita untuk beradaptasi dengan kebudayaan lain agar mereka menerima kita seperti yang kita inginkan.
o   Kaidah emas menyuruh kita memperlakukan orang lain seperti kita ingin di perlakukan oleh mereka.
o   Kaidah emas adalah puncak ideologi yang menghalangi perjalanan menuju perdamaian internasional


2.   Jelaskan pula apa yang dimaksud dengan “Simpati” dan “Empaty”…???

>> 
Simpati
o   Simpati adalah suatu proses seseorang merasa tertarik terhadap pihak lain, sehingga mampu merasakan apa yang dialami, dilakukan dan diderita orang lain. Dalam simpati, perasaan memegang peranan penting. Simpati akan berlangsung apabila terdapat pengertian pada kedua belah pihak. Simpati lebih banyak terlihat dalam hubungan persahabatan, hubungan bertetangga, atau hubungan pekerjaan. Seseorang merasa simpati dari pada orang lain karena sikap, penampilan, wibawa, atau perbuatannya. Misalnya, mengucapkan selamat ulang tahun pada hari ulang tahun merupakan wujud rasa simpati seseorang.
o   Simpati adalah proses kejiwaan , dimana seorang individu merasa tertarik kepada seseorang atau kelompok orang, karena sikapnya, penampilannya, wibawanya atau perbuatannya yang sedemikian rupa.
o   simpati artinya ikut merasakan penderitaan orang lain.
o   Simpati adalah suatu ketertarikan kepada orang lain yang seolah ikut merasakan perasaan orang lain.
o   Contoh : jika saya memberitahukan kepada anda bahwa bibi saya meninggal, anda bersimpati kepada saya dengan membayangkan bagaimana anda merasa jika bibi anda meninggal dunia


Empati
o   Empati mirip perasaan simpati, akan tetapi tidak semata-mata perasaan kejiwaan saja, melainkan diikuti perasaan organisme tubuh yang sangat dalam, seolah-olah kita sendiri sedang mengalaminya. Contoh bila sahabat kita orangtuanya meninggal, kita sama-sama merasakan kehilangan.
o   Empati juga berasal dari kata Yunani, en (masuk ke dalam) dan pathos (penderitaan). Berdasarkan etimologi ini, empati hampir sama dengan simpati, tetapi lebih terhanyut masuk ke dalam seolah ikut merasakannya secara emosional. Dalam buku Social Psychology karangan Robert A Baron disebutkan bahwa empati adalah kemampuan seseorang untuk bereaksi terhadap emosi negatif atau positif orang lain seolah-olah emosi itu dialami sendiri.
o   Empati bahkan lebih powerfull jika kita pernah mengalami kejadian yang sama atau minimal orang terdekat dengan kita. Contoh kita berempati dengan korban banjir karena orang tua atau rekan dekat pernah mengalami dan kita ikut dalam penangannya. Walau begitu empati tidak harus pernah kita alami sendiri.

3.   Menurut anda bagaimana sebaiknya kita menyikapi perbedaan budaya….?

>> 

Menurut Saya, berbeda itu bukan sikap yang mesti dihindari. Sebab kita tak mungkin bisa menghindarkan diri dari perbedaan. Perbedaan adalah suatu kondisi yang tak harus diseragamkan. Perbedaan tercipta karena hidup adalah harmoni.

 tuhan menciptakan alam raya dengan segala keunikan perbedaan. Ia bahkan menciptakan keanekaragaman dalam satu jenis penciptaan. Banyak spesies katak. Banyak spesies burung, tanaman, bahkan ras manusia. Dia menciptakan perbedaan agar ciptaan dapat saling mengenal dan membentuk harmoni.

Perbedaan akan menjadi kearifan jika tak disikapi sebagai pertentangan dan cercaan. Sebab sikap bertentangan dan cercaan dapat memancing pertikaian.
 





Banyak contoh yang bisa kita hikmahi dalam soal menyikapi perbedaan budaya ini.
Dalam konteks politik, pertikaian dapat terjadi di kalangan pendukung, yaitu rakyat kecil yang sebenarnya ikut-ikutan mendukung calonnya hanya sekedar untuk mendapat duapuluhribuan saja. Kenyataan seperti ini memang mengenaskan.

Ada juga orang yang menyikapi sikap berbeda sebagai simbol perlawanan. Biasanya, yang merasa berbeda itu merasa dirinya berani beroposisi. Namun ada juga orang yang mengambil posisi berbeda agar bisa dianggap sebagai pembela kekuasaan, sebagai pahlawan, dan memihak status quo. Ini dua sikap yang kurang arif dalam sebuah perbedaan.

Sikap saling menentang dan menantang ini mudah sekali memicu pertengkaran. Walaupun pertengkaran itu hanya terjadi di meja makan ataupun di meja diskusi. Tetap saja hanya akan menciptakan efek kelelahan. Lelah hati, lelah pikiran. Kelelahan dapat memicu kekecewaan. Kekecewaan adalah medan magnet bagi kedengkian.

Ketika aku ditanya oleh seorang teman, siapa yang aku dukung ketika ada dua pihak di antara teman-temanku yang berbeda sikap. Aku nyatakan, kedua pihak punya alasan atas sikapnya masing-masing. Namun bukan berarti aku harus memilih satu di antara dua kutub tersebut. Karena jikalau aku memilih, pasti temanku yang tak kupilih akan kecewa. Aku lebih cenderung mengajak kedua kutub untuk bisa memahami esensi dari perbedaan tersebut.

Setiap orang punya seribu alasan untuk berbeda sikap. Tapi setiap orang sebenarnya juga memiliki jutaan alasan untuk bisa saling mengerti akan perbedaan tersebut. Ketika energi positif menjadi nyawa bagi dua kutub yang berbeda, toleransi dan saling pengertian bisa disepakati. Sikap positif inilah yang mestinya ditiupkan pada jiwa-jiwa yang terlibat dalam suatu perbedaan pendapat dan perbedaan sikap.

Apakah harus selalu ada keseragaman? Protes temanku yang mengajukan dua pilihan. Tidak harus! Jawabku. Sebab keseragaman bukanlah hasil akhir dari sebuah perbedaan. Suatu harmoni tidak mesti seragam. Coba kita saksikan sebuah pertunjukan musik orchestra. Harmoni yang mereka ciptakan, bukanlah hasil keseragaman, tapi hasil dari perbedaan. Perbedaan alat musik, perbedaan suara, perbedaan peran, perbedaan aksi, perbedaan bunyi. Mereka sanggup meng-arrange segala perbedaan menjadi harmonisasi yang indah bagi kehidupan.

Beberapa cara yang bisa dilakukan menurut saya juga bisa dengan cara-cara berikut ::
o   Mengenali budaya
Sebelum sampai pada tahap adaptasi, kenali dahulu budaya teman-teman atau rekan kerja Anda, yaitu mengetahui kebiasaan dan perilaku mereka. Umumnya, beda bangsa, beda pula kebiasaan sehari-hari dan cara berinteraksinya dengan orang lain
o   Adaptasi
Setelah mengenali, beradaptasilah. Di lingkungan yang multikultural, adaptasi harus dilakukan secara lebih mendalam, yaitu dengan menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan dan perilaku orang lain dengan budaya masing-masing. Misalnya, bila dalam kebudayaan rekan Anda bergosip saat bekerja adalah hal yang tidak etis, jangan lakukan hal tersebut dengannya.
o   Melakukan imajinasi terbimbing.
Kita membayangkan apa yang dialami dan dirasakan orang lain, namun harus sesuai logika.
o   Membiarkan pengalaman empati
Kita selalu dapat membayangkan dan merasakan perasaan-perasan dari orang lain yang berbeda
o   Meneguhkan kembali diri
Walaupun kita merasakan pengalaman seperti orang lain, kita lantas tidak boleh seperti mereka dan kembali pada pribadi kita sendiri
o   Hindari bergurau dengan SARA
Suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA) adalah topik pembicaraan yang sensitif bagi budaya kita. Bila Anda tak ingin topik pembicaraan dengan rekan mengarah pada hal tersebut, jangan menggunakannya untuk bergurau dengan mereka. Sebaliknya, bila rekan Anda memulai bergurau dengan topik tersebut, sikapi dengan dewasa dan katakan hal itu kurang sopan tak nyaman bagi Anda. Tentu saja kita juga jangan mudah terpancing emosi dengan gurauan tersebut.
o   Pastikan tidak ada diskriminasi
Jangan pernah melakukan diskriminasi. Bertemanlah kepada siapa saja tanpa memandang suku, agama, atau ras mereka. Dalam dunia kerja, pastikan tempat kerja memperlakukan Anda dan para rekan berbeda bangsa dengan adil, termasuk dalam hal penerapan aturan kerja. Namun, bila diskriminasi justru terpelihara, tanyakan pada diri Anda, masih nyamankah dengan situasi ini? bila jawaban Anda tidak maka temukan tempat lain yang tidak memiliki diskriminasi ras
o   Mengasumsikan perbedaan
Apa yang kita bayangkan dari pengalaman orang lain itu, seolah sama dengan apa yang dirasakan orang lain itu
o   Mengenali diri
Memiliki keyakinan individual (mempunyai pengendalian diri) Contoh: jadi ikut cemas ketika orang lain juga cemas.
o   Menunda diri
Perluasan batas diri secara sementara atau menghilanglan pemisahan antara diri dengan lingkungan. (menahan diri untuk mau medengarkan orang lain bercerita)





“”…SEMOGA BENAR…””