“PERENCANAAN KAWASAN WISATA NEGERI IMPIAN “
Nur yanti N. Achmad
2010145011
Semester ke-6
Ms. Derinta’s Class
2010145011
Semester ke-6
Ms. Derinta’s Class
Pertanyaan ::
Coba paparkan materi apa yang anda akan paparkan menyikapi fenomena
tersebut di atas (tentunya menggunakan pendekatan ilmiah utamanya teori-teori
perencanaan yang telah didapatkan)??
Jawab ::
teori-teri
perencanaan menurut saya yang digunakan untuk menyikapi fenomena distudy kasus
itu antara lain :
1. Proses
Perencanaan Pembangunan Kawasan Wisata
Perencanaan (planning) adalah sebuah proses pengambilan keputusan yang
menyangkut masa depan dari suatu destinasi atau atraksi. Planning adalah proses
yang bersifat dinamis untuk menentukan tujuan, bersifat sistematis dalam
mencapai tujuan yang ingin dicapai, merupakan implementasi dari berbagai
alternatif pilihan dan evaluasi apakah pilihan tersebut berhasil. Proses
perencanaan menggambarkan lingkungan yang meliputi elemen-elemen : politik,
fisik, sosial, budaya dan ekonomi, sebagai komponen atau elemen yang saling
berhubungan dan saling tergantung, yang memerlukan berbagai pertimbangan
(Paturusi, 2001).
Perencanaan adalah sesuatu proses penyusunan tindakan-tindakan yang mana
tindakan tersebut digambarkan dalam suatu tujuan (jangka pendek, jangka
menengah, maupun jangka panjang) yang didasarkan kemampuan-kemampuan fisik,
ekonomi, social budaya,dan tenaga yang terbatas.
Perencanaan sebagai suatu alat atau cara harus memiliki 3 (tiga) kemampuan
(the three brains) yaitu:
1. Kemampuan
melihat ke depan.
2. Kemampuan
menganalisis.
3. Kemampuan
melihat interaksi-interaksi, antara permasalahan.
Bila kita rinci pengertian perencanaan tersebut maka dalam batasan
perencanaan terdapat unsur: suatu pandangan jauh ke depan, merumuskan secara
kongkret apa yang hendak dicapai dengan menggunakan alat – alat secara efektif
dan ekonomis dan menggunakan koordinasi dalam pelaksanaan.
2. Pendekatan
Perencanaan Pariwisata
A. Pendekatan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Metode Keterkaitan), yang meliputi;
1. Metode
Makro-Meso-Mikro
2.Metode
Partisipatif (participatory)
3.Metode Morfologi
B. Pendekatan
Pengembangan Kawasan
1. Pendekatan
Tipologi
2. Pendekatan
Pembangunan Masyarakat
3. Pendekatan
Ekowisata
4.Pendekatan
Konservasi
3. Tahapan/Tingkatan Pembangunan Pariwisata
Daerah Tujuan Wisata (DTW) atau resort akan menuju suatu siklus evolusi yang sama dengan siklus hidup sebuah produk. Secara sederhana jumlah pengunjung menggantikan penjualan sebuah produk. Beberapa penulis menyatakan terdapat tiga tingkatan siklus hidup daerah pariwisata yaitu; penemuan (discovery), inisiatif dan respon masyarakat lokal dan kelembagaan. Konsep tingkatan atau tahapan siklus hidup terjadi dalam pembangunan pariwisata merupakan salah satu permasalahan penting yang harus diantisipasi.
4. Multiplier Efek
Kawasan Wisata
Sifat
kepariwisataan yang multi bidang (multifacet) dari kepariwisataan ini
membawa konsekuensi bahwa kepariwisataan akan menimbulkan pengaruh ke seluruh
sektor ekonomi lainnya. Oleh karena itu,
setiap satuan moneter yang dikeluarkan oleh wisatawan akan menciptakan dampak
pengganda ini antara lain berupa:
1. Sales Multiplier
Peningkatan dalam
pengeluaran wisatawan akan menciptakan tambahan pendapatan bagi dunia usaha
2. Output
Multiplier
Peningkatan
pengeluaran wisatawan akan berdampak pada barang dan jasa yang diproduksi
masyarakat
3. Income
Multiplier
Peningkatan
pengeluaran wisatawan akan menciptakan tambahan pendapatan masyarakat
4. Government
Revenue Multiplier
Tambahan
pengeluaran wisatawan akan meningkatkan pendapatan pemerintah
5. Employment
Multiplier
Kenaikan dalam
pengeluaran wisatawan akan meningkatkan jumlah kesempatan kerja
5. Perencanaan
Kawasan Wisata yang Berkelanjutan
Perencanaan
pembangunan pariwisata berkelanjutan (P3B) dilakukan dengan mengelola sumber
daya pariwisata (Tourism Resources) yang tersebar diseluruh wilayah tanah air.
Sebelum suatu rencana akan dilakukan, untuk pembangunan pariwisata
berkelanjutan mutlak kiranya terlebih dahulu dilakukan pendekatan pada pemuka
adat setempat , perlu dilakukan penjelasan dengan melakukan
sosialisasi manfaat dan keuntungan proyek bagi penduduk setempat
6. Ecotourism
sebagai Alat dalam Perencanaan Kawasan Wisata berkelanjutan
Ecotourism atau eko-wisata atau pariwisata ekologi di sub-kategorikan dari
pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) atau salah satu segmen pasar
dari pariwisata berbasis lingkungan alam (Daud, 2009). Pariwisata berbasis
lingkungan alam (pariwisata hutan/pariwisata bahari) hanya merupakan aktivitas
kunjungan ke tempat alamiah seperti melihat burung di hutan atau biota unik
lainnya pada ekosistem pesisir (seperti rekreasi SCUBA diving). Sedangkan
`ecotourism’ memberi keuntungan bagi lingkungan, budaya, dan ekonomi komunitas
lokal seperti mengamati burung atau biota unik lainnya dengan `guide’ orang
lokal, tinggal bersama penduduk lokal atau pondokan alami (eco-lodge) yang
disediakan penduduk masyarakat dan memberi kontribusi ekonomi bagi penduduk
local (eco-charge). Haruslah dibedakan antara konsep dari `ecotourism’ (wisata
ekologi) dan `sustainable tourism’ (pariwisata berkelanjutan), dimana
pengertian `ecotourism’ merujuk pada segmen dari sektor pariwisata, sedangkan
prinsip `sustainability’ diterapkan pada segala tipe aktivitas, operasi,
pembuatan/pendirian dan proyek pariwisata termasuk bentuk yang konvensional
maupun alternatif.
`Ecotourism’
mutlak memperhatikan pemeliharaan lingkungan alam (conservation), bukan sebaliknya
mengubah keaslian alam sehingga menganggu keseimbangan alam. Pemahaman
pariwisata ekologi adalah untuk menyokong atau menopang keseimbangan hubungan
antara manusia dengan lingkungan alamnya. Kualifikasi aktivitas dalam
ecotourism senantiasa berorientasi terhadap cara-cara pengembangan dan
pemeliharaan keutuhan alam yang berkelanjutan.
United Nations of
Environment Programme (UNEP) telah merangkum
karakteristik umum mengenai `ecotoursim’ yaitu :
1. Berdasar atas bentuk pariwisata alam dengan motivasi
utama turis adalah untuk pengamatan dan mengapresiasi serta menghargai alam
sama seperti budaya tradisional dalam kesatuan daerah alami, seperti kesatuan
ekosistem pulau.
2. Berisi pendidikan dan interpretasi mengenai obyek alam
yang dijadikan target (misalnya pada objek alam ekosistem hutan, gunung, pulau
atau ekosistem pesisir dan laut).
3. Secara umum memiliki kelompok kecil turis yang
diorganisasi oleh sekelompok kecil specialist dan bisnisnya dimiliki dan
dijalankan orang lokal. Operator dari luar negeri dengan berbagai ukuran juga
diatur, dioperasikan dan/atau dipasarkan dalam kelompok-kelompok kecil yang
tentunya bekerjasama dengan penduduk setempat
4. Seminim mungkin mengurangi dampak negatif pada
lingkungan alam dan sosial-budaya lokal.
5. Mendukung perlindungan daerah alam.
Sebagai sarana pengembangan, `ecotourism’ dapat memajukan 3 tujuan utama
dari konvensi keanekaragaman biologi (Convention on Biological Diversity),
yaitu:
1. Melestarikan keanekaragaman biologi (dan budaya),
dengan penguatan sistem pengelolaan daerah yang dilindungi (public/private) dan
meningkatkan nilai suatu ekosistem
2. Mempromosikan pemanfaatan keanekaragaman
berkelanjutan, dengan pemerataan pendapatan, pekerjaan dan kesempatan berusaha
dalam bidang `ecotourism’ dan jaringan usahanya ; dan
3. Membagi keuntungan yang sama dari pengembangan `ecotourism’
dengan komunitas dan penduduk lokal/asli, seperti dengan cara menerima
persetujuan penduduk lokal dan partisipasi penuh dalam perencanaan dan
pengelolaan usaha/bisnis `ecotourism’.
Dengan perencanaan dan pengelolaan yang baik, `ecotourism’ telah
terbukti menjadi alat yang efektif bagi konservasi jangka panjang bagi
keanekaragaman hayati di samping usaha-usaha lainnya. Bagaimanapun `ecotourism’
telah bergerak maju bagi industri pariwisata di negara pesisir seperti di
Malaysia, Australia, beberapa Negara Afrika, Meksiko, Jepang, Maldive dan
Negara-negara di Karibia.
Bagi keberlangsungan aktivitas `ecotourism’ diperlukan pengaturan
yang pantas dan penanganan khusus seperti pengaturan pada ekosistem yang asli
dan dilindungi (Taman Nasional atau Cagar Alam). Karena dampak dari `ecotourism’
itu sendiri akan lebih parah dari batasan pariwisata pada umumnya . Hal ini
termasuk pengalaman belajar/interpretasi operator `ecotourism’, pengaturan
jumlah kelompok turis dalam skala kecil, dan sensitivitas terhadap ketegangan
dengan pemilik dan penghuni komunitas setempat khususnya masyarakat lokal.
Beberapa penyimpangan dari tujuan `sustainable way’ dan ‘ecotourism’ itu
sendiri sering terjadi hanya karena mengejar keuntungan ekonomi semata. Banyak
praktisi pariwisata mengklaim dan membesar-besarkan kerjasamanya dalam
perencanaan dengan menjamin dan mendukung keberlanjutan kelestarian lingkungan,
namun pada kenyataanya mengancam budaya, perekonomian dan sumberdaya masyarakat
lokal.
Beberapa kritik untuk eco-tourism seperti ini dikenal sebagai `eco-façade’
dalam praktek eksploitasi sumberdaya. Eco-tourism juga kedengarannya `ramah’,
namun yang sering menerima dampak serius adalah pengambilalihan teritorial
`alami’ dari Taman Nasional, Cagar Alam atau daerah perlindungan lainnya yang
dipaketkan bagi `ecotourist’ sebagai pilihan utama tanpa alternatif produk
sendiri. Seperti halnya aktifitas wisata pesisir dan laut ; skin/SCUBA diving
yang mengantungkan obyek wisata alamnya hanya pada `diving-diving point’ yang
memang secara alamiah telah ada. Ironisnya, banyak operator-operator diving
menggunakan daerah konservasi seperti di Taman Nasional Bunaken sebagai ajang
pelatihan selam. Di mana, penyelam-penyelam rekreasi ini menggunakan sumberdaya
alam yang telah ada tersebut untuk aktivitas latihan atau `pre-dive’ bagi
penyelam pemula.
Berbagai aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat lokalpun telah diganti
dengan aktivitas pariwisata. Pekerjaan yang ada hubungannya dengan pariwista
memonopoli komunitas lokal dan masyarakat lokal sering hanya dibayar dengan
gaji rendah sebagai `guide’, buruh, penjaja makanan dan souvenir, dan hal
inipun tidak berlangsung sepanjang tahun. Yang diuntungkan sama seperti
pariwisata konvensional lainnya yaitu jasa penerbangan luar negeri, operator
wisata dan pengembang yang terkait yang umumnya datang dari negara maju.
Mega-resorts, termasuk hotel yang `lux’, condominium (daerah yg dikuasai dan
diperlakukan sebagai milik sendiri), dan shopping centres (Mall) meningkat
pembangunannya dalam daerah perlindungan dengan mengatasnamakan `ecotourism’.
Hal ini merupakan `eco-terrorism’, dan mengancam ekosistem dan lingkungan
seperti pembangunan daratan buatan atau marina (reklamasi) yang jelas
memusnahkan kehidupan tumbuhan dan organisme di dalamnya. Demikian pula
pengrusakan budaya lokal yang sering terjadi seiring dengan kerusakan ekosistem
lingkungan.
Memang, industri pariwisata dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat dan
perekonomian negara, sekaligus berpotensi memproteksi lingkungan. Namun lebih
dari itu, pariwisata dan aktivitas pembangunan lainnya dapat menjadi kekuatan
besar yang merusak sumberdaya alam dan lingkungan, termasuk manusia di dalamnya
Pariwisata sangat tergantung pada lingkungan, maka tidak mengherankan
berbagai macam usaha dari organisasi pariwisata dunia dan juga organisasi
lingkungan mendengung-dengungkan mengenai pembangunan yang berkelanjutan. Badan
dunia pun seperti PBB di tahun 2002 telah menerima usulan dan menjadikan tahun
tersebut sebagai tahun bagi `Ecotourism’ (International Year of Ecotourism),
hal ini juga sebagai wujud usaha perlindungan lingkungan.
Memang, pemanfaatan ekosistem yang berkelanjutan tidak hanya berhenti dan
bergantung dari usaha-usaha yang telah dilakukan tersebut. Kesadaran secara
menyeluruh dari masyarakat, `yang berkepentingan’ dan teristimewa pemerintah
untuk lebih menghargai lingkungannya akan memberi nilai bagi keberlangsungan
pembangunan itu sendiri.
semoga benar.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar